Negara + Warga = Warga Negara
Posted by
Negara adalah suatu wilayah di permukaan bumi yang kekuasaannya baik
politik, militer, ekonomi, sosial maupun budayanya diatur oleh pemerintah
yang berada di wilayah tersebut. Negara juga merupakan suatu wilayah yang
memiliki suatu sistem atau aturan yang berlaku bagi semua individu di wilayah
tersebut, dan berdiri secara independent.
Syarat yang harus ada bagi terbentuknya negara adalah, harus ada wilayah tertentu, rakyat yang mendiami wilayah tersebut dan pemerintah yang berdaulat. Syarat pelengkap adalah pengakuan dari negara lain.
Negara mempunyai kekuasaan yang sangat besar. Teori-teori yang mencoba untuk memberikan dasar atau pembenaran atas kekuasaan yang dimiliki oleh negara tersebut, yaitu :
- Teori klasik, meliputi teori mitologis dan teori teokratis.
- Teori perjanjian, yang berasal dari Thomas Hobbes, John Locke dan Rousseau, dan
- Teori kekuasaan, yang berasal dari pendapat Leos Duguit dan Krabbe.
Penduduk atau warga suatu
negara atau daerah bisa didefinisikan menjadi dua:
·
Orang
yang tinggal di daerah tersebut
·
Orang
yang secara hukum berhak tinggal di daerah tersebut. Dengan kata lain orang
yang mempunyai surat resmi untuk tinggal di situ. Misalkan bukti
kewarganegaraan, tetapi memilih tinggal di daerah lain.
Dalam sosiologi, penduduk
adalah kumpulan manusia yang menempati wilayah geografi dan ruang tertentu.
Warga Negara adalah rakyat
yang menetap di suatu wilayah dan rakyat tertentu dalam hubungannya dengan
Negara. Dalam hubungan antara warga Negara dan Negara, warga negara mempunyai
kewajiban-kewajiban terhadap Negara dan sebaliknya warga Negara juga mempunyai
hak-hak yang harus diberikan dan dilindungi oleh Negara.
Dalam hubungan internasional di setiap wilayah Negara selalu ada warga Negara dan orang asing yang semuanya disebut penduduk. Setiap warga Negara adalah penduduk suatu Negara, sedangkan setiap penduduk belum tentu warga Negara, karena mungkin seorang asing. Sedangkan seorang asing hanya mempunyai hubungan selama dia bertempat tinggal di wilayah Negara tersebut.
Adapun yang dimaksud dengan warga negara Indonesia adala seperti yang ditetapkan dalam Undang-Undang Dasar 1945 pasal 26 ayat 1 dan ayat 2.
Ayat 1 dan ayat 2 dari pasal 26 UUD 1945 sangat erat sekali hubungannya. Sebab kalau ayat 2 sampau tidak ada maka akan timbul penafsiran-penafsiran.
Dalam hubungan internasional di setiap wilayah Negara selalu ada warga Negara dan orang asing yang semuanya disebut penduduk. Setiap warga Negara adalah penduduk suatu Negara, sedangkan setiap penduduk belum tentu warga Negara, karena mungkin seorang asing. Sedangkan seorang asing hanya mempunyai hubungan selama dia bertempat tinggal di wilayah Negara tersebut.
Adapun yang dimaksud dengan warga negara Indonesia adala seperti yang ditetapkan dalam Undang-Undang Dasar 1945 pasal 26 ayat 1 dan ayat 2.
Ayat 1 dan ayat 2 dari pasal 26 UUD 1945 sangat erat sekali hubungannya. Sebab kalau ayat 2 sampau tidak ada maka akan timbul penafsiran-penafsiran.
berikut ini pendapat beberapa
ahli tentang pengertian sebuah negara :
· Logemann,
menyatakan bahwa negara adalah organisasi kemasyarakatan (ikatan kerja) yang
mempunyai tujuan untuk mengatur dan memelihara masyarakat tertentu dengan
kekuasaannya.
·
George
Jellineck, menyatakan bahwa negara adalah organisasi kekuasaan dari sekelompok
manusia yangmendiami wilayah tertentu.
·
F.
Hegel, menyatakan bahwa negara adalah organisasi kesuliaan yang muncul sebagai
sintetis dari kemerdekaan individual dan kemerdekaan universal.
·
Roger
F. Soltau, menyatakan bahwa negara adalah alat (agency) atau wewenang
(autority) yan mengatur atau mengendalikan persoalan bersama atas nama rakyat.
·
M.
Soenarko, menyatakan bahwa negara adalah suatu jenis dan suatu organisasi
masyarakat yang mengandung tiga kriteria, yaitu harus ada daerah, warga negara,
dan kekuasaan tertentu.
·
Kranenburg,
menyatakan bahwa negara adalah suatu oeganisasi yang timbul karena adanya
kehendak dari suatu golongan atau bangsa.
·
M.
Nasroen, menyatakan bahwa negara adalah suatu bentuk pergaulan hidup tertentu
(khusus) yang harus memenuhi tiga unsur pokok, yaitu rakyat tertentu, daerah
tertentu, dan pemerintahan yang berdaulat.
·
Hans
Kelsen, menyatakan bahwa negara merupakan suatu ikatan orang-orang yang
bertempat tinggal di wilayah tertentu yang dilengkapi dengan kekuasaan untuk
memerintah.
contoh kasus warga negara :
Kasus Syiah di Sampang Madura,Negara Mengabaikan
Prinsip Hak Asasi Manusia
Oleh:
Supriadi Purba
Kekerasan
yang berulang di Kabupaten Sampang, Pulau Madura, Jawa Timur, menunjukkan
negara gagal melindungi warganya sendiri. Akibat pemahaman tidak utuh, agama
mudah dimanipulasi untuk berbagai kepentingan.Sekretaris Eksekutif Komisi
Hubungan Antaragama dan Kepercayaan Konferensi Waligereja Indonesia Benny
Susetyo Pr menilai, kekerasan berlatar agama yang terus berulang terjadi akibat
agama tidak dipahami secara utuh dalam konteks sosial politik dan budaya zaman.
Agama selalu dikaitkan dengan kebenaran absolut. Akibatnya, agama mudah
dimanipulasi kepentingan politik jangka pendek. Di Sampang, konflik awalnya
bisa disebabkan faktor pribadi dan masalah ekonomi serta politik lokal. Namun,
akibat tafsir agama tunggal dan negara yang seharusnya menjadi penjaga
konstitusi gagal berperan, kondisi semakin buruk (Kompas.com Selasa, 28 Agustus
2012).
Apa
yang terjadi di Sampang Madura terhadap kaum Syiah adalah bukti negara kembali
mengabaikan prinsip hak asasi manusia (HAM). Hal ini terlihat ketika ada yang
menjadi korban yang meninggal jiwa, luka-luka serta rumah warga dibakar oleh
sekelompok masyarakat. Pertikaian komunal di Sampang Madura adalah bentuk
bagaimana sekelompok mayoritas melakukan tindakan di luar nalar kemanusiaan,
hanya karena faktor satu kelompok masyarakat tidak berkeyakinan layaknya
mereka.
Diperkuat
dengan bukan kali pertama perisitiwa serupa terjadi, beberapa bulan yang lalu
peristiwa pembakaran rumah terhadap kaum Syiah juga terjadi. Hal inilah menjadi
sebuah tanda tanya besar bagi Pemerintah terkhusus kepada pihak berwenang dalam
hal ini kepolisian yang seharusnya memberikan perlindungan terhadap warga
masyarakat. Tetapi seiring dengan adanya korban jiwa dan korban luka
menunjukkan bahwa ada terjadi pembiaran yang sistematis. Pembiaran yang sangat
diluar prosedural, dimana peran kepolisian tidak optimal bukan karena tidak
tahu, tetapi sepertinya karena faktor kesengajaan.
Jadi
kalaupun banyak kabar yang beredar seputar kasus di Sampang Madura, hal yang
harus disorot adalah kaitan telah terjadi Intoleransi dan pelanggaran hak asasi
manusia yang mengakibatkan hilangnya nyawa. Karena kasus ini meninggalkan bekas
yang dalam bagi korban yang kesemuanya adalah kaum Syiah, kecuali tadi banyak
kelompok masyarakat didalamnya, mungkin alasan beberapa pihak yang mengatakan
bahwa kasus Sampang disebabkan oleh persoalan asmara atau keluarga atau
lainnya.
Masyarakat
juga harus memahami dan melihat benar bahwa peristiwa ini telah membuat
masyarakat Syiah Sampang Madura, mengungsi dan kehilangan tempat tinggal.
Bahkan perhatian pemerintah yang datangpun sepertinya akibat terjebak dengan
sudah terlalu besar peristiwa itu, andai masih peristiwanya seperti beberapa
bulan yang lalu maka pemerintah tidak akan ambilpusing terutama pemerintah
pusat yakni Presiden SBY.
Bahkan
respons Presiden SBY yang menyatakan bahwa intelijen lemah melakukan deteksi,
hanya untuk menyelamatkan citra dirinya di mata internasional, bukan pembelaan
terhadap korban penyerangan, kata Hendardi melalui siaran pers di Jakarta,
Selasa. Menurut dia, cara seperti itu adalah lalim karena semata-mata demi
dirinya sendiri yang tidak mau kehilangan muka. Respon reaktif bukan untuk
memperbaiki kinerja menjamin kebebasan warga, tapi hanya untuk merawat paras
dirinya.
Bahasa
pura-pura SBY tersebut menunjukkan akibat peristiwa penyerangan sekaligus
bentrokan tersebut telah menjerat namanya sebagai kepala negara yang tidak
becus mengurus persoalan seperti Intoleransi di Indonesia. Presiden SBY sudah
membaca bahwa reaksi lembaga dan elemen lain serta Internasionala akan mengarah
kepadanya, maka dia membentuk sebuah kekawatiran yang tidak seperti biasanya
ketika terjadi peristiwa yang serupa.
Untuk
kemudian mengacu pada pengembalian hak-hak masyarakat sipil dalam hal ini kaum
Syiah maka presiden ditantang untuk bertindak tegas. Tidak memberikan
kekawatiran terhadap masyarakat, lakukan pengamanan terhadap masyarakat dan
libatkan semua elemen yang berweweanag untuk mempercepat rekonsiliasi.
Pemerintah harus menjamin peristiwa ini tidak berkepanjangan, tindak tegas
pelaku dibelakangnya. Kalau itu harus melibatkan pemerintah daerah sekalipun,
kenapa tidak mereka semua ditindak sesuai Hukum yang berlaku.
Ketegasan
inilah sekarang yang ditunggu oleh masyarakat khususnya masyarakat korban yang
sedang berada di pengungsian dan tempat-tempat perlindungan lainnya. Persoalan
Syiah Sampang Madura sekarang bukan lagi hanya persoalan masyarakat Jawa Timur
tetapi sudah menjadi persoalan berbangsa dan bernegara dan bahkan sudah masukke
ranah Internasional. Bahkan lembaga bukan Pemerintah diantaranya beberapa
elemen di Indonesia akan melaporkan peristiwa ini ke Dewan HAM PBB, sehingga
pada sidang Universal Periodic Review (UPR) September bulan depan, Indonesia
pasti akan dicecar kembali. Bersiap-siaplah Pemerintah untuk memberikan jawaban
dan keterangan atas setiap kasus intoleransi dan pelanggaran hak asasi manusia
di Indonesia.
Intoleransi
Bagi Pemerintah Hal Biasa
Kenapa
kasus Intoleransi di Indonesia semakin tinggi dari tahun ke tahun?, jawabannya
tidak lain karena negara mengabaikan prinsip hak asasi manusia dan persoalan
intoleransi bagi negara adalah persoalan biasa (wajar). Hal ini terlihat dari
respon Presiden SBY yang sangat minim kaitan dengan persoalan intoleransi di
Indonesia. SBY hanya gemar melakukan politik kata-kata yang berujung pada
pencitraan. Hal ini terlihat dari hasil penelitian Setara Institute tahun 2011.
Kita
mungkin tidak lupa kaitan dengan kasus Ahmadiyah, kasus pembakaran Gereja,
kasus Syah serta praktek intoleransi lainnya. Apakah semua kasus yang
disebutkan diatas ada kejelasan dan penyelesaiannya?, cukup disayangkan negara
tidak berani dalam mengungkap dan menindak para pelaku, negara cenderung
membiarkan dan sepertinya tertekan dengan sekelompok masyarakat. Artinya dalam
kasus intoleransi negara kalah dan tidak mampu memberikan perlindungan bagi
warga negaranya, apalagi di tambah desakan luar negeri dalam Sidang Dewan HAM PBB
di Jenewa, menunjukkan betapa lemahnya Negara.
Jikalau
negara kalah dan tidak berani menindak para pelaku dibalik semua kasus
tercedarinya kebebasan beragama dan berkeyakinan, kepada siapa lagi masyarakat
mengadu?. Siapa yang ditakuti oleh negara sebenarnya, bukankah negara memiliki
kewenangan yang kapanpun bisa dilakukan jikalau ada kasus pencederaan terhadap
nilai-nilai toleransi, tetapi kenapa negara diam dan membiarkan?
Sudah
saatnya negara bertindak benar, memberikan jawaban masyarakat yang belum terjawab
hingga hari ini. Kepastian hukum yang tidak ada menunjukkan betapa lemahnya
negara, kalah dengan sekelompok orang yang merupakan segelintir dari jumlah
masyarakat. Presiden dan jajaranya juga asik dengan bahasa-bahasa lumrah dan
sepertinya biasa saja melihat keadaan yang terjadi sementara ada warga
negaranya hingga hari ini tidak mendapat jaminan menjalankan ibadah dan
kepercayaannya.
Tokoh
agama seperti Romo Benny Susetyo melihat negara sebenarnya sudah membuka ruang
terjadinya konflik. Pemerintah lembek terhadap ormas-ormas tertentu, dalam
kasus Gereja di Aceh, Riau, Bekasi. Pemerintah lebih mendengarkan suara
ormas-ormas dibanding melihat kebenaran yang ada. Pemerintah tidak mampu
menjadi wasit, tidak memiliki keberanian menegakkan hukum bagi warga negaranya.
Dengan
dihujani cercaan dan pertanyaann dari negara-negera sahabat di Sidang Dewan HAM
PBB, mudah-mudahan pemerintah Indonesia berubah dan tidak lagi terkesan
membiarkan.
Memberikan
perlindungan bagi setiap warga negaranya adalah tanggung jawab negara, jangan
kemudian akibat pembiaran yang dilakukan negara, terjadi konflik yang
berujung pada jatuhnya nilai-nilai kemanusiaan dan Hak Asasi Manusia, Biarlah
hal itu hanya terjadi pada masa lalu, hari ini seharusnya kita sudah memasuki
dunia baru tanpa diskriminasi, tanpa intoleransi serta hidup damai dan tenteram
antar sesama.
Penulis
adalah Koordinator Solidarity For Human rights (SA-HAM) dan Aktif di Komisi
untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS) Sumatera Utara
daftar pustaka
- http://id.wikipedia.org/wiki/Negara
- http://id.wikipedia.org/wiki/Penduduk
- http://id.shvoong.com/law-and-politics/public-administrations/2116882-pengertian-warga-negara/
- modul pendidikan kewarganegaraan SMA 1A
- http://hukum.kompasiana.com/2012/08/28/kasus-syiah-di-sampang-maduranegara-mengabaikan-prinsip-hak-asasi-manusia/
- H. Abu Ahmadi, Drs. 2003.Ilmu Sosial Dasar. PT. Rineka Cipta: Jakarta.
- http://www.surftrip.com/image/maps/indonesia-map-hires.gif
0 komentar:
Posting Komentar